Pangkalpinang, Kbobabel.com – DINAS Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akhirnya memberikan klarifikasi terkait keberadaan bangunan villa di kawasan Pantai Takari, Desa Rebo, Kabupaten Bangka, yang sebelumnya diduga berdiri di atas lahan hutan lindung.
Dalam keterangannya, Kabid Perlindungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan DLHK Babel, yang juga saat ini menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bangka Belitung, Bambang Trisula, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan bersama instansi terkait dan memastikan sebagian besar bangunan villa tersebut berada di luar kawasan hutan.
“Pagi ini kami bersama-sama dengan KPHP Sigambir Kota Waringin, HKM Takari, dan perwakilan pemilik lahan/villa Bapak Endang telah melakukan verifikasi lapangan. Bisa kami pastikan bahwa bangunan villa tersebut berada di luar kawasan hutan,” kata Bambang dalam pesan konfirmasi tertulis yang diterima redaksi, Kamis (19/6/2025).
Bambang menjelaskan bahwa sebelumnya memang ada bagian kecil bangunan villa yang tumpang tindih (overlap) sekitar 5 meter ke dalam kawasan hutan, dan pihaknya telah meminta agar bagian tersebut dibongkar dan digeser keluar dari zona kawasan hutan, yang termasuk dalam wilayah izin Hutan Kemasyarakatan (HKM) Takari.
Terkait permintaan dokumentasi kepada media, Bambang menegaskan bahwa hal tersebut dimaksudkan untuk membedakan antara bangunan permanen dan semi permanen.
“Makanya saya minta foto atau dokumentasi lapangan. Karena dari pengamatan awal, bangunan tersebut tergolong semi permanen, artinya bisa dibongkar-pasang,” ujarnya.
Namun, setelah media mengirimkan dokumentasi berupa foto bangunan menggunakan batu bata merah, pihak DLHK kembali mengonfirmasi akan melakukan pengecekan ulang ke lapangan.
“Besok kami cek lapangan terkait bangunan villa yang pernah kami minta dibongkar dulu,” jawab Bambang menanggapi pertanyaan media soal bagaimana mungkin bangunan berdinding batu bata bisa disebut semi permanen.
Pertanyaan Publik: Kalau Sudah Pernah Dicek, Mengapa Masih Meminta Bukti?
Meski DLHK telah menyatakan bahwa bangunan tidak berada di dalam kawasan hutan, namun pernyataan awal mereka yang terkesan “tidak tahu-menahu” sempat memicu pertanyaan publik. Terlebih, sejumlah tokoh masyarakat dan pengelola HKM Takari menyebut bahwa DLHK dan KPHP sebelumnya sudah pernah turun langsung dan bahkan mengeluarkan peringatan kepada pihak pembangun villa.
Pernyataan awal yang meminta dokumentasi dari media seolah menunjukkan adanya kelemahan koordinasi internal, atau bahkan kurangnya pengawasan aktif di kawasan hutan—wilayah yang seharusnya menjadi fokus pengawasan intensif dari instansi kehutanan.
“Kami tahu dulu sudah pernah ada tim dari kehutanan datang dan memberi peringatan. Tapi sekarang mereka seperti lupa,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat yang enggan disebut namanya.
Ujian Komitmen DLHK dalam Penegakan Aturan Kawasan Hutan
Meski klaim bahwa villa berada di luar kawasan hutan patut diapresiasi sebagai bagian dari keterbukaan informasi, namun pengawasan terhadap aktivitas pembangunan di wilayah sekitar hutan lindung masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi DLHK dan KPHP.
Pasalnya, bukan hanya soal keberadaan bangunan, tetapi juga bagaimana pengawasan dilakukan secara berkelanjutan, terutama di wilayah yang telah dikelola masyarakat melalui skema HKM. Isu pemalsuan dokumen, klaim warisan fiktif, hingga potensi intimidasi terhadap kelompok tani semestinya tidak luput dari pantauan aparat kehutanan.
“Pengawasan tidak cukup hanya datang ketika ada laporan media. Seharusnya rutin dan aktif dilakukan, apalagi di kawasan yang sudah kita tahu rawan konflik lahan,” kata seorang pengurus Kelompok Tani Takari.
Catatan Redaksi: Verifikasi lapangan tidak boleh berakhir pada sebatas klarifikasi administratif. DLHK dan instansi terkait dituntut untuk hadir lebih aktif dalam menjaga kawasan hutan dari praktik-praktik yang berpotensi melanggar hukum, sekaligus memastikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat pengelola yang sah.