KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang terhadap mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Marwan, dalam kasus korupsi pemanfaatan kawasan hutan produksi Sigambir, Kabupaten Bangka. Dalam putusan kasasi, MA menyatakan Marwan terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Senin (27/10/2025)
Putusan tersebut tertuang dalam nomor perkara 9117 K/PID.SUS/2025 yang dibacakan oleh majelis hakim MA pada 24 Oktober 2025. Majelis hakim kasasi dipimpin oleh Prim Haryadi dengan anggota Anshori dan Yanto. Putusan itu sekaligus mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan membatalkan vonis bebas PN Pangkalpinang tertanggal 30 April 2025.
Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi Sigambir di Kota Waringin, Kabupaten Bangka, yang melibatkan lahan seluas 1.500 hektare. Berdasarkan hasil audit, tindakan tersebut diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 21,2 miliar.
Dalam dakwaan JPU, Marwan bersama sejumlah bawahannya di DLHK Babel serta pihak swasta disebut menyalahgunakan kewenangan dalam proses izin dan pemanfaatan kawasan hutan untuk kepentingan komersial. Kawasan tersebut digunakan oleh perusahaan swasta tanpa izin yang sah dari pemerintah pusat maupun daerah.
Selain Marwan, MA juga menjatuhkan hukuman kepada tiga terdakwa lain yang sebelumnya ikut divonis bebas PN Pangkalpinang. Ketiganya ialah Kepala Bidang Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan Lingkungan Hidup dan Hutan DLHK, Dicky Markam; Kepala Seksi Pengelolaan Hutan DLHK, Bambang Wijaya; serta pengusaha PT Narina Keisha Imani (NKI), Ari Setioko.
MA menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Sementara itu, untuk terdakwa Ricky Nawawi, yang juga staf DLHK, putusan kasasinya masih dalam proses dan belum diumumkan oleh MA.
Kuasa hukum Marwan, Kemas Ahmad Tajuddin, membenarkan adanya putusan kasasi tersebut. Ia menyatakan pihaknya masih menunggu salinan resmi putusan untuk mempelajari lebih lanjut dasar pertimbangan hukum MA.
“Kami menghormati putusan MA dan akan mempelajari hal-hal yang menjadi pertimbangan hukum MA memutuskan seperti itu,” ujar Tajuddin saat dikonfirmasi pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Tajuddin menambahkan bahwa tim hukum akan mempertimbangkan langkah hukum berikutnya setelah menerima salinan lengkap putusan kasasi. “Itu dilakukan untuk mengambil upaya hukum yang memungkinkan sesuai koridor hukum yang tersedia dalam konstitusi,” katanya.
Dalam perkara di tingkat pertama, majelis hakim PN Pangkalpinang yang diketuai Sulistyanto Rokhmat Budiharto dengan anggota Dewi Sulistiarini dan Muhammad Takdir sebelumnya menyatakan seluruh terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam amar putusannya, PN Pangkalpinang menyebutkan bahwa unsur “melawan hukum” dan “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” tidak terpenuhi. Karena itu, seluruh terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.
Namun, keputusan bebas murni tersebut menuai kritik dari pihak kejaksaan. Jaksa menilai putusan tersebut mengabaikan bukti-bukti kuat yang telah diajukan selama persidangan, termasuk hasil audit keuangan dan keterangan saksi ahli yang menyebutkan adanya kerugian nyata terhadap negara.
Dalam tuntutannya di PN Pangkalpinang, JPU menuntut Marwan dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Sementara tiga anak buahnya masing-masing dituntut 13 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan. Adapun pengusaha Ari Setioko dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan.
JPU menilai perbuatan para terdakwa dilakukan secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri maupun pihak lain dengan cara memanipulasi izin dan dokumen terkait kawasan hutan produksi. Pihak perusahaan yang terlibat diduga memberikan sejumlah uang kepada pejabat DLHK untuk memperlancar aktivitas eksploitasi kawasan tersebut.
Putusan kasasi MA ini disambut baik oleh sejumlah kalangan pemerhati lingkungan dan antikorupsi di Bangka Belitung. Mereka menilai langkah MA mengembalikan keadilan dan menegakkan supremasi hukum atas kasus yang dinilai merugikan masyarakat dan lingkungan.
“Ini menjadi preseden penting agar penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan kawasan hutan tidak lagi dibiarkan,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah eksekusi terhadap putusan MA tersebut. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa jaksa akan segera menyiapkan proses pelaksanaan putusan setelah menerima salinan resminya dari MA.
Kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dalam beberapa tahun terakhir. Putusan MA yang membatalkan vonis bebas PN Pangkalpinang dinilai sebagai bentuk koreksi terhadap lemahnya penegakan hukum di tingkat daerah dan sekaligus mempertegas komitmen pemberantasan korupsi di sektor kehutanan.
Dengan putusan ini, Marwan dan tiga terdakwa lainnya dipastikan harus menjalani hukuman pidana penjara sesuai amar putusan Mahkamah Agung, setelah sebelumnya sempat menghirup udara bebas selama enam bulan pasca vonis bebas di tingkat pertama. (Sumber : Tempo, Editor : KBO Babel)

















