KBOBABEL.COM (Jakarta) – Kejutan hukum datang dari Mahkamah Agung (MA). Lembaga yudikatif tertinggi itu membatalkan vonis bebas yang sempat diterima mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Marwan, dalam perkara korupsi pemanfaatan kawasan hutan produksi Sigambir di Kota Waringin, Kabupaten Bangka. Sabtu (25/10/2025).
Dalam amar putusan kasasi bernomor 9117 K/PID.SUS/2025, yang diketok pada 24 Oktober 2025, majelis hakim MA yang diketuai Prim Haryadi dengan anggota Anshori dan Yanto memutuskan mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hasilnya: vonis bebas dari Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada 30 April 2025 dibatalkan.
Marwan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp300 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan jika tidak dibayar.
Kuasa hukum Marwan, Kemas Ahmad Tajuddin, membenarkan adanya putusan tersebut.
“Kami menghormati putusan MA dan akan mempelajari dasar pertimbangan hukum yang digunakan majelis dalam memutuskan perkara ini,” ujarnya, Sabtu (25/10).
Ia menambahkan, tim hukum masih menunggu salinan resmi putusan MA sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.
“Kami akan mendalami substansi pertimbangan untuk melihat kemungkinan upaya hukum lain sesuai koridor konstitusi,” tegasnya.
Tak hanya Marwan, MA juga membatalkan putusan bebas terhadap tiga terdakwa lainnya:
Dicky Markam, Kepala Bidang Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan DLHK Babel,
Bambang Wijaya, Kepala Seksi Pengelolaan Hutan DLHK, serta Ari Setioko, pengusaha dari PT Narina Keisha Imani (NKI).
Sementara putusan untuk satu terdakwa lainnya, staf DLHK Ricky Nawawi, masih belum diterbitkan oleh MA.
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan izin dan pemanfaatan kawasan hutan produksi seluas 1.500 hektare di wilayah Sigambir. Berdasarkan dakwaan JPU, kegiatan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp21,2 miliar.
Dalam tuntutannya di tingkat pertama, jaksa meminta hukuman berat:
* Marwan dituntut 14 tahun penjara, Tiga bawahannya masing-masing 13 tahun 6 bulan, dan Ari Setioko 16 tahun penjara dengan denda Rp500 juta.
Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang yang dipimpin Sulistyanto Rokhmat Budiharto, dengan anggota Dewi Sulistiarini dan Muhammad Takdir, memutuskan seluruh terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, dan menjatuhkan putusan bebas murni.
Putusan bebas itu sempat menimbulkan polemik karena dinilai bertentangan dengan fakta persidangan. Kini, MA membalikkan situasi — menegaskan kembali bahwa penegakan hukum atas korupsi sumber daya alam tidak boleh lemah.
Dengan putusan ini, Marwan dan para terdakwa lainnya kembali harus menghadapi kenyataan baru: vonis bersalah dan ancaman hukuman penjara.
Sementara publik menanti, apakah langkah hukum lanjutan—seperti peninjauan kembali (PK)—akan diajukan, atau kasus ini berakhir di tangan Mahkamah Agung sebagai titik final perjuangan hukum mereka. (Sunarto/KBO Babel)















