MDP KKI Dinilai Tutup Ruang Penyidikan, AMC Babel: “Ini Diskriminasi Terhadap Tenaga Medis”

Kasus Kematian Aldo, Ormas dan Pewarta Desak Kapolda Babel Periksa Ulang 7 Dokter

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Penanganan kasus dugaan maladministrasi medis yang menyebabkan meninggalnya seorang pasien anak bernama Aldo di RSUD Depati Hamzah terus menuai sorotan. Penetapan dr. Ratna Setia Asih, Sp.A., sebagai satu-satunya tersangka oleh Polda Kepulauan Bangka Belitung, dianggap tidak mencerminkan keadilan.

Kamis (11/9/2025), sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam organisasi dan komunitas pers mendatangi ruang kerja Kapolda Babel. Mereka adalah Kurniadi Ramadani atau Dani (Ketua Aliansi Masyarakat Cinta Bangka Belitung/AMC Babel), Indra Jaya (Ketua DPD Persatuan Wartawan Online Independen Nusantara/PWOIN Kota Pangkalpinang), dan Slamet Riyadi (Ketua Dewan Koordinasi Daerah Transformasi Indonesia).

banner 336x280

Ketiganya membawa setumpuk dokumen puluhan halaman berisi laporan pengaduan resmi. Mereka menolak hasil penanganan kasus yang menurut mereka hanya menyasar satu orang dokter, sementara ada tujuh tenaga medis lain yang disebut turut terlibat dalam penanganan pasien Aldo sejak awal hingga akhir.

Rekomendasi MDP KKI Dipersoalkan

Kasus ini berawal dari rekomendasi Majelis Disiplin Profesi (MDP) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dalam hasil kajiannya, MDP KKI hanya merekomendasikan dr. Ratna Setia Asih untuk ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Atas dasar itu, penyidik Ditreskrimsus Polda Babel menetapkan Ratna sebagai tersangka.

Namun, menurut Dani, keputusan tersebut justru menutup ruang bagi penyidik untuk mengembangkan kasus lebih lanjut.

“Ada delapan petugas medis yang terlibat dalam penanganan pasien Aldo, tetapi hanya satu orang yang ditetapkan tersangka. Pandangan kami, ini diskriminasi sekaligus kriminalisasi terhadap satu tenaga medis,” ujarnya kepada jejaring media KBO Babel.

Tujuh Nama Dokter Disebut dalam Laporan

Dalam dokumen yang diserahkan ke Kapolda, pelapor menyebut secara rinci tujuh nama dokter lain yang dianggap memiliki keterlibatan. Mereka adalah:
• dr. Novi (dokter umum di dua fasilitas kesehatan berbeda),
• dr. Kuncoro Bayu Aji (Spesialis Jantung RSBT),
• dr. Muhammad Basri,
• dr. Aditya Fresno Dwi Wardhana,
• dr. Indria Savitri (dokter umum RSUD Depati Hamzah),
• serta dr. Della Rianadita (Direktur RSUD Depati Hamzah).

Laporan itu menyoroti adanya dugaan kelalaian prosedural, mulai dari tidak adanya surat rujukan berjenjang dari dokter umum ke dokter spesialis, hingga dugaan keterlambatan tindakan medis pada saat pasien kritis.

Bahkan, nama dr. Della Rianadita, yang menjabat sebagai Direktur RSUD Depati Hamzah, disebut lalai karena diduga membiarkan kondisi kritis pasien tanpa langkah medis cepat, meskipun ia memiliki hubungan langsung dengan dokter spesialis jantung yang seharusnya menangani pasien.

Pertanyaan Keadilan
Dani menegaskan bahwa publik berhak mempertanyakan alasan hanya satu dokter yang diproses hukum.

“Bagaimana mungkin hanya satu orang yang ditetapkan tersangka, sementara keterlibatan dokter-dokter lain dalam rangkaian perawatan pasien sudah terang benderang? Apakah ini adil?” katanya dengan nada tegas.

Ia menambahkan, keputusan yang hanya menyasar dr. Ratna justru dapat menimbulkan kesan bahwa ada upaya merekayasa perkara.

“Kami berharap Kapolda Babel dapat meninjau atau melakukan pemeriksaan ulang para dokter yang terlibat, jangan sampai perkara ini direkayasa bersama untuk mengorbankan satu pihak saja,” pungkas Dani.

Tekanan Publik Menguat

Langkah AMC Babel, PWOIN, dan DKT Indonesia ini mencerminkan semakin menguatnya tekanan publik terhadap penegakan hukum yang dianggap tidak transparan. Para pelapor menilai, dengan hanya menetapkan satu tersangka, Polda Babel berpotensi kehilangan kepercayaan masyarakat dalam menangani perkara yang menyangkut nyawa manusia.

“Kasus ini bukan sekadar soal maladministrasi, tetapi menyangkut nyawa seorang anak. Keadilan bagi keluarga korban tidak akan pernah tercapai bila hanya satu orang yang dijadikan tumbal,” ungkap Indra Jaya, Ketua PWOIN Kota Pangkalpinang, saat ditemui di lokasi yang sama.

Sementara Slamet Riyadi menambahkan, laporan yang mereka ajukan sudah disusun dengan argumentasi hukum dan fakta medis yang detail.

“Kami yakin Kapolda Babel akan bijak dalam menindaklanjuti laporan ini. Publik menunggu keberanian aparat menegakkan hukum tanpa tebang pilih,” ujarnya.

Menanti Langkah Kapolda

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kapolda Babel terkait laporan terbaru tersebut. Namun, kehadiran organisasi masyarakat dan pegiat pers dengan dokumen lengkap memperlihatkan bahwa kasus ini tidak akan berhenti hanya pada penetapan satu tersangka.

Masyarakat kini menanti apakah Kapolda Babel akan membuka kembali ruang penyidikan untuk memeriksa para dokter lain yang disebut dalam laporan, atau tetap berpegang pada rekomendasi MDP KKI yang hanya menunjuk satu orang.

Kasus Aldo tidak hanya menjadi persoalan medis, melainkan juga menyentuh ranah keadilan publik. Pertanyaannya kini, apakah hukum akan berdiri tegak menelusuri semua pihak yang terlibat, atau membiarkan kasus ini berakhir dengan satu nama saja?. (Sandy Batman/KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *