KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mencatat adanya penurunan signifikan kasus HIV sepanjang tahun 2025. Berdasarkan data resmi yang dirilis Dinkes Babel, jumlah kasus HIV pada tahun 2025 mencapai 211 kasus, turun sekitar 25 persen dibandingkan tahun 2024 yang tercatat sebanyak 282 kasus. Kamis (30/10/2025)
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Kep. Babel, Meiristia Qomariah, mengatakan tren penurunan ini merupakan hasil dari serangkaian program pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan yang dijalankan pemerintah daerah secara berkelanjutan.
“Pada tahun 2024 jumlah kasus HIV sebanyak 282, dan pada 2025 turun menjadi 211 kasus. Penurunan ini menunjukkan bahwa upaya kita bersama lintas sektor mulai menunjukkan hasil positif,” ujar Meiristia Qomariah kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).
Kasus Didominasi Usia Produktif
Berdasarkan rincian data Dinkes Babel, kasus HIV di tahun 2025 masih didominasi oleh kelompok usia produktif. Rentang usia 25–49 tahun mencatat jumlah tertinggi dengan 134 kasus, disusul kelompok usia 20–24 tahun sebanyak 45 kasus, dan usia di atas 50 tahun sebanyak 19 kasus.
Sementara itu, kasus pada anak-anak di bawah 14 tahun relatif rendah, hanya 5 kasus selama tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa penularan HIV di Babel sebagian besar masih terjadi pada kelompok usia dewasa muda, yang secara sosial dan ekonomi aktif dalam kegiatan masyarakat.
“Faktor usia produktif ini menjadi perhatian kami karena berkaitan dengan perilaku berisiko dan aktivitas sosial yang tinggi. Oleh karena itu, intervensi kita banyak diarahkan pada kelompok ini,” jelas Meiristia.
Laki-Laki Masih Dominan
Dari segi jenis kelamin, data Dinkes Babel menunjukkan bahwa kasus HIV pada laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada 2025 tercatat 164 kasus pada laki-laki dan 47 kasus pada perempuan.
Angka ini menurun dari tahun 2024, di mana terdapat 201 laki-laki dan 81 perempuan yang terkonfirmasi HIV. Menurut Meiristia, penurunan ini menunjukkan bahwa kampanye edukasi dan pemeriksaan dini mulai memberikan hasil positif.
“Meski tren menurun, kelompok laki-laki tetap menjadi perhatian utama. Sebagian besar kasus ditemukan pada kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL), yang merupakan populasi berisiko tinggi,” terangnya.
Pangkalpinang Tertinggi, Babel Selatan Terendah
Berdasarkan distribusi wilayah, Kota Pangkalpinang kembali menempati posisi tertinggi dengan 90 kasus HIV sepanjang tahun 2025. Posisi kedua ditempati oleh Kabupaten Bangka dengan 36 kasus, disusul Belitung Timur sebanyak 25 kasus, dan Belitung sebanyak 22 kasus.
Adapun Kabupaten Bangka Tengah mencatat 17 kasus, Bangka Barat 12 kasus, dan Bangka Selatan menjadi yang terendah dengan 9 kasus.
“Pangkalpinang memang menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi karena karakteristiknya sebagai pusat aktivitas ekonomi dan mobilitas penduduk yang tinggi. Namun kami tetap melakukan pemetaan dan intervensi di seluruh kabupaten/kota,” jelas Meiristia.
Program Pengendalian HIV Diperkuat
Untuk menekan angka kasus, Dinkes Babel bersama instansi terkait terus memperkuat berbagai program pengendalian HIV di seluruh wilayah. Di antaranya adalah penyediaan layanan tes HIV dan pengobatan di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta, ketersediaan obat antiretroviral (ARV) dan bahan medis habis pakai (BMHP), serta pelaksanaan program “test and treat” di seluruh fasyankes yang melayani pasien HIV.
Selain itu, Dinas Kesehatan juga aktif melakukan edukasi dan sosialisasi melalui media cetak, media sosial, serta kegiatan langsung di lapangan. Langkah ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya HIV serta pentingnya pemeriksaan rutin.
“Kami juga terus memperkuat kapasitas tenaga kesehatan melalui pelatihan berkelanjutan agar mereka siap memberikan layanan HIV secara komprehensif. Kualitas SDM kesehatan menjadi faktor penting dalam upaya penanganan kasus,” ujar Meiristia.
Butuh Dukungan Lintas Sektor
Meski angka kasus menunjukkan penurunan, Meiristia menegaskan bahwa pengendalian HIV tidak bisa hanya dibebankan kepada sektor kesehatan semata. Menurutnya, faktor-faktor penyebab penyebaran HIV sangat kompleks dan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan sosial.
“Pencegahan dan pengendalian HIV tidak bisa hanya dilakukan oleh sektor kesehatan. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor, termasuk dukungan dari sektor sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, dan agama,” tegasnya.
Ia mencontohkan, pendekatan berbasis masyarakat dan keagamaan dapat berperan besar dalam menekan perilaku berisiko. Keterlibatan tokoh agama, pemuda, serta komunitas lokal diharapkan mampu membantu menumbuhkan kesadaran kolektif untuk mencegah penularan HIV di Babel.
“Kami juga mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap penderita HIV. Mereka harus mendapatkan dukungan, bukan dijauhi. Dengan begitu, mereka bisa menjalani pengobatan secara konsisten,” tambahnya.
Fokus ke Pencegahan Dini
Ke depan, Dinkes Babel berkomitmen memperluas cakupan layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan memperkuat program test and treat agar deteksi dini semakin optimal. Pemerintah juga menargetkan peningkatan cakupan terapi ARV agar pasien HIV dapat hidup lebih sehat dan produktif.
“Kita ingin semua masyarakat sadar pentingnya pemeriksaan dini. Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang pasien menjalani pengobatan efektif dan hidup normal,” tutup Meiristia Qomariah.
Penurunan kasus HIV sebesar 25 persen pada tahun 2025 menjadi sinyal positif bahwa upaya pencegahan dan edukasi di Babel mulai menunjukkan hasil. Namun, tantangan masih besar. Sinergi lintas sektor dan kesadaran masyarakat tetap menjadi kunci utama menuju Babel bebas stigma dan bebas HIV di masa depan. (Sumber : Fakta Berita, Editor : KBO Babel)



















