KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Satuan Tugas Penataan Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai melakukan penertiban atas penggunaan kawasan hutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Penertiban ini ditandai dengan pemasangan plang larangan pemanfaatan kawasan hutan, termasuk hutan tanaman industri, yang kini berada di bawah penguasaan Pemerintah RI melalui Satgas PKH. Senin (28/7/2025)
Plang tersebut mencantumkan peringatan bahwa lahan bersangkutan berada dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia cq Satgas PKH. Selain itu, terdapat larangan melakukan aktivitas seperti menguasai lahan, merusak, mencuri, menjarah, hingga memperjualbelikan hasil hutan tanpa izin resmi.
Pemasangan plang ini dilakukan di sejumlah wilayah, termasuk di perkebunan kelapa sawit, baik milik perusahaan maupun milik masyarakat. Langkah ini menimbulkan kegelisahan di kalangan petani sawit rakyat, terutama mereka yang memiliki kebun di bawah lima hektare.
Satgas PKH sendiri menargetkan penertiban terhadap sekitar 200 ribu hektare lahan sawit yang berada di kawasan hutan di Bangka Belitung. Salah satu wilayah yang menjadi lokasi pemasangan plang adalah kawasan Taman Nasional Gunung Maras di Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, dengan total luas lahan 9.299,91 hektare. Di Kabupaten Bangka Selatan, plang dipasang di Bukit Permis, tepatnya di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Permisan seluas 1.702,11 hektare.
Langkah Satgas PKH ini memicu reaksi dari berbagai pihak. Puluhan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Asosiasi Badan Permusyawaratan Nasional (Abpednas) Provinsi Bangka Belitung mendatangi DPRD Babel untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Kamis (24/7/2025). Mereka menyampaikan kegelisahan masyarakat terkait nasib kebun-kebun rakyat yang berada di kawasan hutan dan mempertanyakan kejelasan aturan terhadap kebun rakyat di bawah lima hektare.
“Untuk RDP terhadap keresahan dari masalah penertiban sawit di kawasan hutan. Ini kan merupakan kerja Satgas PKH, artinya yang dipertanyakan masyarakat yakni nasib perkebunan masyarakat yang di bawah 5 hektare,” kata Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, Didit Srigusjaya dilansir dari Bangkapos seusai memimpin RDP.
Didit menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memperjuangkan lahan kebun rakyat.
“Saya sudah ketemu dengan Direktur Planologi di Kementerian Kehutanan, bahwa untuk 5 hektare ini ada toleransi dari pemerintah. Akan tetapi kita masih menunggu, dari pendataan yang sampai saat ini dilakukan Satgas PKH,” jelas Didit.
Ia memastikan DPRD Babel akan terus mengawal dan memperjuangkan aspirasi rakyat kecil yang lahannya terdampak oleh kebijakan ini.
“Saya harap masyarakat jangan mendapat isu-isu yang salah, serta informasi yang tidak utuh. Yang jelas DPRD akan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang lahan sawitnya di bawah 5 hektare,” tambahnya.
Menurutnya, kejelasan hukum dan perlindungan terhadap petani rakyat menjadi prioritas. Ia juga menyatakan akan segera berkoordinasi langsung ke pusat.
“Bagi daerah yang sudah ada plang, tapi apakah bisa ada aktivitas perkebunan masyarakat? Untuk pertanyaan ini Senin ini InsyaAllah akan ke PKH pusat, karena ini bukan domain dari Provinsi,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan dari Abpednas Babel, Edi Subiantoro, menyampaikan harapan agar RDP ini menjadi awal dari solusi konkret bagi masyarakat yang terdampak.
“Tujuan kami agar ada kejelasan dan solusi terbaik untuk lahan pertanian desa yang masuk dalam kawasan hutan. Kami harap ada tindak lanjut, yang jelas harapan kami masyarakat dapat tenang saat berkebun. Kalau mau menertibkan silakan, tapi tolong perhatikan masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan,” kata Edi.
Dari sisi pemerintah daerah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Babel, Bambang Trisula, menegaskan bahwa pihaknya juga akan memperjuangkan hak masyarakat. Ia menyebutkan terdapat sekitar 16 ribu hektare kebun masyarakat yang berada di kawasan hutan, yang akan diupayakan untuk diberikan akses kelola oleh pemerintah.
“Intinya kami juga dari data 2023 kami sudah menyampaikan ke Kementerian, kebun sawit masyarakat yang sudah terlanjur ada di dalam kawasan hutan itu ada datanya sekitar 16 ribu hektare. Ini yang akan kita perjuangkan ke Kementerian untuk mereka diberikan akses kelola dengan standar atau aturan yang ada di kehutanan,” kata Bambang.
Terkait pemasangan plang oleh Satgas PKH, Bambang menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari kewenangan pusat.
“Satgas PKH juga sudah sosialisasi dan sudah pasang plang dimulai dari kawasan hutan konservasi di Bangka Belitung. Ada di TN Gunung Maras, Tahura Gunung Menumbing, TWA Jering Menduyung, Tahura Gunung Mangkol dan TWA Gunung Permisan di Bangka Selatan,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa DLHK akan melakukan verifikasi terhadap kebun rakyat yang memiliki luas di bawah lima hektare.
“Kriteria kebun itu dianggap kebun masyarakat adalah penguasaannya 5 hektare ke bawah. Itu tidak dikenakan sanksi atau denda oleh pemerintah, ada Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021. Selain luas 5 hektare ke bawah, ada juga keterangan dari desa yang menyatakan mereka adalah masyarakat sekitar kawasan hutan,” beber Bambang.
Bambang juga mengingatkan agar masyarakat tidak membuka lahan baru untuk ditanami sawit.
“Saran saya kepada masyarakat untuk yang sudah terlanjur ada kebun di kawasan hutan, silakan dipelihara. Namun jangan buka lahan baru dan jangan tanam baru, itu pendekatannya pidana nantinya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Hidayat Arsani juga telah mengungkapkan bahwa 200 ribu hektare kebun sawit akan ditertibkan karena berada di kawasan hutan lindung, produksi, dan kawasan pertanian pangan.
“Sebentar lagi Satgas Kelapa Sawit Kejakgung akan datang ke sini untuk menyita 200 ribu hektare perkebunan sawit ini,” kata Hidayat di Pangkalpinang, Kamis (19/6/2025), dilansir Antara.
Ia mencontohkan lahan sawit di Desa Rias, Kabupaten Bangka Selatan, yang seharusnya merupakan kawasan pertanian padi sawah tetapi telah berubah fungsi menjadi kebun sawit.
“Lahan Desa Rias yang diperuntukkan pertanian padi berubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan ini jelas melanggar aturan berlaku,” jelas Hidayat.
Menurutnya, penyalahgunaan lahan ini tidak mungkin dilakukan tanpa keterlibatan kepala desa.
“Sebesar 90 persen peranan kades dan mereka tidak akan bisa menghindar dari pemeriksaan Satgas Kelapa Sawit dari Kejagung ini,” ucapnya.
Hidayat menilai, kehadiran Satgas PKH merupakan momentum bagi Pemerintah Provinsi Babel untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan dan pertanian sesuai peraturan yang berlaku.
“Saya sudah mengingatkan para kades agar jangan membiarkan lahan-lahan terlarang ini ditanami sawit, namun tetap bandel dan inilah akibatnya,” tegas Hidayat.
Sebagai informasi, Satgas PKH dibentuk untuk menertibkan kawasan hutan yang dikelola secara ilegal, termasuk yang digunakan untuk perkebunan sawit. Satgas ini berlandaskan pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 dan berbagai regulasi kehutanan lainnya. Fokusnya meliputi penegakan hukum, pengembalian fungsi hutan, dan mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan. Kawasan yang menjadi sasaran Satgas PKH antara lain hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi seperti taman nasional. (Sumber: Bangka Pos, Editor: KBO Babel)