KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Seminar bertajuk “Kesiapan Rumah Sakit di Bangka Belitung dalam Menghadapi Berbagai Macam Perubahan Regulasi di Tahun 2025” yang digelar oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Kepulauan Bangka Belitung berlangsung hangat dan penuh dinamika. Acara yang dipusatkan di Ruang Pertemuan Mahligai Rumah Dinas Gubernur pada Sabtu (13/9/2025) ini menghadirkan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Dr. (Hc) Hidayat Arsani, sebagai keynote speaker.
Kehadiran sejumlah tokoh penting di bidang kesehatan maupun pemerintahan menambah bobot acara. Namun, sorotan utama tertuju pada sambutan Gubernur yang akrab disapa Dayat itu. Dengan gaya lugas dan blak-blakan, ia menyinggung persoalan serius yang kini membayangi dunia kesehatan di Bangka Belitung.
Menurutnya, beberapa waktu terakhir sejumlah dokter di rumah sakit Babel justru mengalami kriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Hal itu, katanya, kerap terjadi karena adanya desakan keluarga pasien maupun tekanan opini publik. “Mana ada dokter yang ingin mencelakakan pasien? Tapi kalau dalam keadaan apes bagaimana? Tangan dokter itu tangan penyelamat manusia, bukan tangan pencelaka,” tegasnya.
Hidayat mencontohkan kasus yang sempat viral terkait meninggalnya seorang bayi di salah satu rumah sakit. Alih-alih melihat persoalan medis secara komprehensif, menurutnya, dokter justru terpojok dan dijerat pidana. “Kalau dokternya hebat, dikira tidak ada yang meninggal. Padahal kematian bisa terjadi karena banyak faktor. Tapi ketika dokter tak bisa menjawab desakan, akhirnya berujung pidana,” ujarnya.
Ia kemudian membuat perumpamaan sederhana. “Kalau pohon jagung mati, apa salah petaninya? Bisa karena tanah, bisa karena pupuk. Sama halnya dengan dokter. Tidak bisa semua kematian ditimpakan kepada mereka,” ungkapnya.
Kritik ke Kepala Daerah dan Dinas
Dalam kesempatan itu, Hidayat juga melontarkan kritik tajam kepada sejumlah pejabat daerah. Menurutnya, kepala dinas, wali kota, maupun bupati harus berani melindungi para tenaga medis. “Celakanya, kepala dinas penakut, wali kota penakut, bupati penakut. Dokter itu harus dilindungi. Profesi mereka sangat mulia,” kata Hidayat.
Ia menegaskan, rumah sakit baik swasta maupun pemerintah harus bersatu untuk memberikan pelayanan terbaik dan menjamin mutu kesehatan bagi masyarakat. Pemerintah, lanjutnya, mesti hadir untuk mendukung tenaga medis, bukan justru melemahkan.
Pentingnya Profesionalisme dan Solidaritas
Hidayat juga menyoroti perlunya pembenahan sistem manajemen rumah sakit. Ia menekankan bahwa tenaga kesehatan harus dipilih sesuai kompetensi akademik, bukan berdasarkan kedekatan atau kepentingan tertentu.
“Kita harus duduk bersama, memikirkan dokter-dokter yang tengah malam harus operasi. Jangan sampai dokter jaga ditunjuk asal-asalan. Semua harus sesuai akademis, bukan suka-suka,” tegasnya.
Ia menyinggung kasus viral salah seorang dokter yang dinilai tidak mendapat pembelaan dari atasannya. “Kalau ada dokter bermasalah, jangan langsung lempar tanggung jawab. Kepala dinas harus berdiri di depan, melindungi,” katanya menambahkan.
Lebih jauh, Gubernur menilai adanya senioritas berlebihan di dunia medis justru mengorbankan masyarakat. Menurutnya, dokter senior seharusnya membimbing junior dengan etika dan profesionalisme, bukan malah menekan. “Bagaimana Singapura bisa maju? Karena mereka melayani dengan ikhlas, beretika, dan akademis. Itu yang harus kita tiru,” jelasnya.
Pengalaman Pribadi Membangun Rumah Sakit
Dalam sambutannya, Hidayat juga mengisahkan perjalanan pribadinya membangun tiga rumah sakit di Bangka Belitung dengan nilai investasi ratusan miliar rupiah pada 15 tahun lalu. Ia mengaku keberhasilannya justru lahir dari pengalaman pahit ketika sering ditipu oleh oknum dokter dalam pengadaan obat maupun layanan medis.
“Saya bisa berhasil justru karena sering ditipu dokter. Kalau tidak ditipu, saya tidak akan belajar dan tidak akan pintar. Itu kenyataan,” ucapnya jujur.
Ia menambahkan, keberaniannya membangun rumah sakit berasal dari tekad menolong masyarakat, bukan semata urusan bisnis. “Saya nekat bangun rumah sakit karena ingin menolong orang. Tengah malam ada pasien kecelakaan, kalau tidak ada CT Scan, bagaimana? Waktu itu harganya Rp9 miliar, saya putuskan beli demi masyarakat,” kenangnya.
Menurutnya, rumah sakit bukan sekadar bisnis, melainkan institusi yang harus berdiri atas dasar kemanusiaan. “Kalau dokter dan manajemen hanya mengejar keuntungan, pasien akan enggan datang. Padahal rumah sakit ada untuk melayani,” ujarnya.
Ajakan Kolaborasi dan Reformasi
Di penghujung sambutan, Hidayat mengajak semua pihak—dokter, manajemen rumah sakit, pemerintah daerah, hingga masyarakat—untuk bergandengan tangan menghadapi perubahan regulasi di tahun 2025. Ia menekankan pentingnya reformasi pelayanan kesehatan yang berlandaskan etika, akademis, dan profesionalisme.
“Jangan ada lagi kepentingan yang menekan dokter atau rumah sakit. Kita harus ikhlas melayani masyarakat. Dengan begitu, dunia kesehatan di Babel bisa maju,” pungkasnya.
Seminar PERSI Babel ini diharapkan menjadi momentum penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan introspeksi dan menyusun strategi menghadapi tantangan baru di bidang kesehatan, khususnya terkait regulasi yang semakin kompleks.
Dengan pesan tegas namun penuh pengalaman hidup, Gubernur Hidayat Arsani menegaskan bahwa keberanian melindungi profesi dokter serta kesungguhan membangun manajemen rumah sakit yang sehat adalah kunci utama bagi kemajuan pelayanan kesehatan di Kepulauan Bangka Belitung.