KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Empat tahun setelah sempat menghebohkan dunia pertimahan di Bangka Belitung, nama Agat kembali muncul ke permukaan. Sosok yang dikenal sebagai bos timah asal Parit Tiga, Bangka Barat itu kini kembali diburu oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pengusutan mega kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang disebut-sebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Selasa (21/10/2025)
Hanya berselang beberapa hari setelah pengumuman penetapan lima korporasi smelter sebagai tersangka, Tim Penyidik Kejagung melakukan penggeledahan sekaligus penyitaan terhadap rumah mewah milik Agat di Desa Puput, Parit 3, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, pada 30 September 2025. Aset tersebut ditaksir bernilai Rp15–20 miliar dan diduga kuat berasal dari hasil kegiatan timah ilegal yang selama ini dikelola oleh jaringan Agat.
Namun, upaya itu tampaknya tak semudah yang dibayangkan. Saat penggeledahan dilakukan, Agat disebut sudah kabur lebih dulu. Keberadaannya hingga kini belum diketahui, sementara Kejagung belum mengeluarkan keterangan resmi terkait status hukum bos timah yang dikenal licin itu.
Agat dan Kasus Tipikor 73 Ton Timah yang Menghebohkan
Nama Agat—pemilik nama lengkap Agustino, sekaligus pemilik CV Mentari Bangka Sukses (MBS)—sebenarnya bukan nama baru dalam kasus pertimahan ilegal. Ia sempat menjadi sorotan pada tahun 2021 saat terjerat perkara korupsi pembelian bijih timah bercampur slag (terak) di unit gudang Baturusa milik PT Timah Tbk.
Saat itu, Agat didakwa bersama Ali Samsuri, pejabat PT Timah yang menjabat Kepala Unit Produksi Laut Bangka (UPLB), serta Tayudi alias Ajang, sopir yang juga disebut sebagai direktur boneka. Kasus tersebut ditangani langsung oleh Pidsus Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, dan menjadi kasus tipikor pertama dalam sejarah PT Timah yang berhasil naik ke ranah penuntutan.
Kasus ini disebut merugikan negara hingga Rp50 miliar. Peran besar dalam mendorong perkara ini hingga ke pengadilan kala itu datang dari mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Babel, Ranu Miharja, yang dikenal tegas dalam memberantas praktik penyimpangan di sektor tambang.
Jaksa saat itu menuntut Agat dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta, namun pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Pangkalpinang memutuskan Agat cs bebas.
Alasannya cukup mengejutkan: majelis hakim menyebut bahwa PT Timah bukan lagi BUMN, melainkan entitas swasta biasa. Dengan demikian, unsur kerugian negara dianggap tidak terpenuhi.
Kasasi MA dan Vonis yang Dinilai Tak Adil
Jaksa penuntut umum tidak tinggal diam. Upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pun dilakukan. Pada 21 Juni 2022, MA akhirnya mengeluarkan putusan yang berbeda. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan.
Hanya Tayudi alias Ajang, sang direktur boneka, yang dijatuhi vonis 5 tahun penjara. Sementara Agat dan Ali Samsuri tetap dinyatakan bebas demi hukum oleh majelis yang berbeda.
Putusan itu menuai kritik luas. Banyak pihak menilai keadilan tidak berpihak pada fakta, karena pelaku utama justru lolos dari jeratan hukum.
“Vonis hanya menjerat sopir, sementara bosnya lepas. Lalu siapa yang menanggung kerugian Rp50 miliar itu?” ungkap seorang pengamat hukum lokal saat itu.
Vonis bebas Agat membuat kerugian negara dari kasus tersebut tidak pernah bisa dipulihkan. Uang pengganti tak dapat ditagih karena pelaku utama dinyatakan bebas. Sejak saat itu, nama Agat sempat menghilang dari peredaran dan jarang terdengar di dunia pertimahan Babel.
Kembali Dibidik dalam Kasus Rp300 Triliun
Empat tahun berselang, pada 2025 ini, Agat kembali dibidik. Kali ini bukan oleh Kejati Babel, melainkan oleh Pidsus Kejaksaan Agung RI. Penyidik Kejagung kini menyasar lapisan kolektor timah, setelah sebelumnya menetapkan sejumlah bos smelter dan korporasi pengolahan bijih timah sebagai tersangka utama.
Menurut informasi yang dihimpun dari sumber internal, Agat disebut sebagai salah satu kolektor besar yang memasok bijih timah ke jaringan smelter ilegal. Jejaring itu diduga menjadi bagian dari praktik tata niaga timah ilegal yang menyebabkan kerugian keuangan negara sangat besar.
Sebagai bagian dari proses hukum, Kejagung telah melakukan penyitaan aset-aset mewah milik Agat, termasuk rumah bernilai puluhan miliar dan sejumlah gudang penyimpanan bijih timah di wilayah Bangka Barat. Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka terhadap Agat.
Pertanyaan Besar: Beranikah Kejagung Menangkap Agat?
Meski sejumlah asetnya telah disita, keberadaan Agat hingga kini masih misterius. Publik pun mulai bertanya-tanya: seriuskah Kejagung membongkar peran kolektor besar seperti Agat dalam pusaran bisnis timah ilegal di Babel?
Sejumlah aktivis antikorupsi menilai bahwa penegakan hukum di kasus ini akan menjadi tolak ukur keberanian Kejagung dalam menindak aktor besar di balik praktik pertambangan ilegal yang telah merusak sistem ekonomi daerah.
“Kalau Kejagung benar-benar berani, tangkap Agat. Jangan cuma berani pada sopir dan pekerja tambang kecil,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Pangkalpinang, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan bahwa selama ini penegakan hukum di sektor timah kerap tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
“Kasus ini ujian moral penegak hukum. Masyarakat sudah bosan melihat orang kecil jadi korban, sementara pemain besar tetap bebas,” tegasnya.
Agat Menghilang, Nomor Tak Aktif
Tim media BFC berupaya mengonfirmasi keberadaan Agat melalui sejumlah nomor telepon dan pesan singkat, namun seluruh nomor yang dihubungi tidak aktif. Beberapa warga di Desa Puput, Parit 3, Jebus, menyebut bahwa Agat sudah jarang terlihat sejak akhir September lalu.
Sementara itu, Kejaksaan Agung belum memberikan keterangan resmi terkait status hukum Agat. Pihak humas Kejagung hanya menyebut bahwa penyidik masih melakukan pengembangan perkara dan menelusuri peran para kolektor dalam rantai pasok bijih timah ilegal.
“Semua pihak yang terlibat, baik individu maupun korporasi, akan kami tindak sesuai hukum,” ujar sumber internal Kejagung yang enggan disebut namanya.
Kini, publik menantikan langkah lanjutan Kejagung. Apakah penegak hukum benar-benar akan menangkap Agat, sosok yang empat tahun lalu lolos dari jeratan hukum, atau kasus ini akan kembali menguap seperti sebelumnya?
Hingga berita ini diturunkan, Agat masih buron. Rumah mewahnya di Parit 3, Jebus, telah disegel. Namun, bayang-bayang masa lalu penegakan hukum yang tumpul masih menghantui kepercayaan publik terhadap keberanian aparat menuntaskan kasus pertimahan ilegal di Bangka Belitung. (Sumber : Babel Faktual, Editor : KBO Babel)



















