Status Karyawan Dipertanyakan, Sopir Tuntut Pesangon Rp124 Juta ke PT BJL

Kasus Gerson vs PT BJL: Hak Pekerja atau Gugatan Tanpa Dasar?

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Perselisihan hubungan industrial antara Gerson Pingak dan PT Bangka Jaya Line (BJL) kini resmi bergulir di meja hijau. Melalui perkara nomor 14/Pdt.Sus-PHI/2025/PN/PGP, Pengadilan Negeri Pangkalpinang menggelar sidang perdana yang menghadirkan langsung penggugat, tergugat, serta empat saksi kunci pada Selasa (9/9/2025).

Dalam gugatannya, Gerson menegaskan dirinya adalah karyawan BJL dan menuntut pesangon sebesar Rp124 juta.

banner 336x280

Tidak hanya itu, ia juga meminta agar dipekerjakan kembali oleh perusahaan. Gugatan ini kontan menarik perhatian publik, sebab melibatkan tiga nama perusahaan yang berbeda: PT Bangka Jaya Line, PT Bangka Jaya Transport, serta Trans Bangka Jaya Line (TBJL).

Foto: Nora Zema,SH kuasa hukum PT BJL saat menunjukkan dokumen perusahaan bahwa penggugat tidak pernah terdaftar dalam perusahaan klainnya

Status Karyawan Jadi Pokok Sengketa

Kuasa hukum PT BJL, Nora Zema, S.H. dari Kantor Hukum BARAK, membantah tegas klaim yang dilayangkan Gerson.

Menurutnya, nama Gerson tidak pernah tercatat sebagai karyawan resmi perusahaan.

“Pemohon tiba-tiba menuntut pesangon, padahal dia bukan karyawan BJL. Silakan buktikan dulu statusnya sebagai pekerja tetap,” tegas Nora di hadapan majelis hakim.

Ia menambahkan, PT BJL selama ini tidak memiliki armada angkutan sendiri, melainkan bekerja sama dengan pihak ketiga atau pemilik kendaraan perorangan.

Dalam sistem tersebut, sopir direkrut langsung oleh pemilik armada dengan pola bagi hasil, yakni 40 persen untuk sopir dan 60 persen untuk pemilik kendaraan. Karena itu, posisi sopir bukanlah bagian dari struktur karyawan PT BJL.

“Klien kami tidak pernah mengangkat sopir sebagai karyawan tetap. Semua kerja sama berbasis kemitraan dengan pemilik mobil,” ujar Nora menambahkan.

Foto: Nora Zema,SH kuasa hukum PT BJL saat meggelar jumpa pers

Dugaan Entitas Fiktif

Menariknya, Gerson bersikeras bahwa ia direkrut oleh seorang bernama Indra, mantan satpam BJL, yang mengaku sebagai pemilik entitas bernama Trans Bangka Jaya Line (TBJL).

Entitas ini belakangan diragukan keabsahannya dan diduga fiktif. Kondisi inilah yang menimbulkan kerancuan terkait status kerja Gerson.

Majelis hakim pun tampak memberi perhatian lebih pada perbedaan nama perusahaan yang disebutkan dalam gugatan.

Apakah benar Gerson merupakan karyawan BJL, ataukah ia sebenarnya hanya bekerja di bawah kemitraan bersama pemilik kendaraan yang tidak berbadan hukum.

Hak Pekerja vs Beban Pembuktian

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja hanya dapat dikatakan sah apabila terdapat perjanjian kerja yang memuat unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Artinya, tanpa dokumen administratif yang mendukung, klaim Gerson akan sulit dipertahankan.

Sejauh ini, Gerson belum mampu menghadirkan bukti formal seperti kontrak kerja, slip gaji, atau bukti pembayaran BPJS Ketenagakerjaan.

Padahal, Pasal 156 UU Ketenagakerjaan menyebut bahwa hak pesangon baru bisa diberikan apabila hubungan kerja terbukti sah.

“Jika tidak ada bukti administratif, maka sulit membuktikan bahwa hubungan kerja benar-benar terjadi antara Gerson dan PT BJL,” ujar salah satu praktisi hukum ketenagakerjaan yang hadir memantau jalannya sidang.

Foto : Penggugat bersama Pengacara Hukumnya

Perhatian Publik

Sidang ini diprediksi akan menjadi sorotan publik, karena menyangkut perlindungan hak pekerja sekaligus kepastian hukum bagi perusahaan.

Banyak pihak menilai, kasus seperti ini kerap muncul akibat minimnya pemahaman pekerja soal status kerja mereka dalam sistem kemitraan.

Majelis hakim sendiri masih akan menilai keterangan para saksi, termasuk dari pemilik armada serta rekan sopir lainnya, untuk memastikan apakah Gerson memang berhak atas pesangon sebagaimana dituntutkan.

Jika terbukti bahwa Gerson hanyalah mitra kerja dari pemilik kendaraan, maka klaimnya terhadap PT BJL bisa dianggap gugur.

Sebaliknya, jika penggugat dapat menunjukkan bukti kuat bahwa dirinya bekerja atas perintah langsung perusahaan, maka BJL bisa diwajibkan membayar pesangon sesuai tuntutan.

Apapun hasilnya, sidang Gerson vs PT BJL akan menjadi cermin penting dalam penegakan hukum ketenagakerjaan di Bangka Belitung.

Persoalan status karyawan yang kabur kerap menjadi celah sengketa, dan kali ini, publik menanti apakah hakim akan lebih berpihak pada klaim pekerja atau menegaskan pentingnya bukti administratif yang sah.

Sidang berikutnya dijadwalkan akan menghadirkan tambahan saksi dari pihak ketiga, sebelum majelis hakim memutuskan status hukum Gerson dalam perkara ini. (Zen/KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *