Status P-21 Dedy Yulianto Disorot, Marwan Pertanyakan Penegakan Hukum Kejati Babel

Marwan Sindir Jaksa Babel: “Dua Pimpinan DPRD Sudah Dipenjara, Kenapa Dedy Yulianto Masih Bebas?”

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Suasana di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung (Kejati Babel) pada Kamis (30/10/2025) siang sempat memanas. Terpidana kasus korupsi, H. Marwan, kembali menyoroti lambannya proses hukum terhadap sejumlah figur publik di Babel, termasuk mantan Wakil Ketua DPRD Babel, Dedy Yulianto, yang hingga kini belum dieksekusi meski berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap (P-21). Sabtu (1/11/2025)

Dalam orasinya, Marwan dengan lantang mempertanyakan sikap Kejati Babel yang dinilai tebang pilih dalam penegakan hukum. Ia menyinggung bahwa Dedy Yulianto sudah lama ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi unsur pimpinan DPRD Babel, namun hingga kini belum juga disidangkan.

banner 336x280

“Satu lagi Dedy Yulianto, Pak Aspidsus. Dia sudah lama jadi tersangka. Dua pimpinan DPRD sudah menjalani putusan dan hukuman, tapi Dedy Yulianto sampai saat ini tidak pernah diproses sampai ke pengadilan. Dia masih bebas melenggang,” kata Marwan di hadapan simpatisannya saat berorasi.

Pernyataan tersebut sontak menarik perhatian publik, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya, pihak Kejaksaan Tinggi Babel melalui Asisten Intelijen (Asintel) Fadil Regan sempat menyatakan bahwa berkas perkara Dedy Yulianto telah dinyatakan lengkap atau P-21. Artinya, secara prosedural, kasus tersebut sudah siap untuk dilimpahkan ke pengadilan. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut berupa eksekusi atau pelimpahan perkara.

Sentilan untuk Kejati Babel dan Kasus Silfester yang Mangkrak

Tidak hanya menyoroti Dedy Yulianto, Marwan juga menyindir penanganan perkara lain yang disebut-sebut masih mangkrak di Kejati Babel. Salah satunya adalah kasus Silfester, yang menurutnya telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), tetapi belum dieksekusi hingga bertahun-tahun.

“Silfester tingkat nasional, sudah inkrah tapi tidak dieksekusi sampai sekarang. 2.350 hari Silfester melenggang di luar, tapi tidak dieksekusi oleh kejaksaan,” ucap Marwan dengan nada tinggi.

Dalam orasinya yang disambut seruan dari simpatisan, Marwan menyinggung soal ketimpangan perlakuan hukum. “Kalau Silfester boleh, kalau Dedy Yulianto di luar, apakah H. Marwan tidak boleh?” tanya Marwan kepada para pendukungnya.

“Boleh!” teriak simpatisan menjawab serempak.

Marwan kemudian melanjutkan seruannya dengan nada emosional, menantang aparat yang menurutnya berlaku tidak adil.

“Kalau jaksa datang ke rumah bawa TNI, apakah kita siap perang di sana?” ucapnya dengan suara lantang.

“Siap!” timpal para simpatisan menanggapi.

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya ketegangan di antara kelompok pendukung Marwan yang menilai adanya ketimpangan perlakuan hukum antara dirinya dan sejumlah pihak lain yang disebut-sebut juga terlibat dalam kasus korupsi di daerah ini.

Respons Kejaksaan dan Dedy Yulianto Belum Ada

Hingga berita ini diterbitkan, media belum memperoleh tanggapan resmi dari Dedy Yulianto terkait tudingan dan sentilan dari terpidana Marwan tersebut. Nomor telepon dan pesan singkat yang dikirimkan jurnalis media ini belum mendapatkan balasan.

Sementara itu, pihak Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung juga belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan belum dieksekusinya kasus Dedy Yulianto maupun perkembangan status hukum Silfester yang disebut dalam orasi Marwan.

Ketiadaan penjelasan ini semakin menimbulkan spekulasi publik mengenai komitmen aparat penegak hukum di Babel dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang melibatkan figur publik dan pejabat daerah.

Kilas Balik Kasus Marwan dan PT Narina Keisha Imani (NKI)

Untuk diketahui, Marwan merupakan salah satu terpidana dalam kasus korupsi pemanfaatan lahan seluas 1.500 hektare milik PT Narina Keisha Imani (NKI) di Kabupaten Bangka. Kasus ini sempat menarik perhatian publik lantaran melibatkan sejumlah pihak yang memiliki pengaruh besar di tingkat daerah.

Awalnya, Marwan Cs divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pangkalpinang, yang dipimpin oleh Hakim Sulistyanto Rokhmat Budiharto dengan anggota Dewi Sulistiarini dan Muhammad Takdir. Putusan bebas tersebut kemudian menuai sorotan karena dinilai tidak sejalan dengan fakta-fakta hukum di persidangan.

Namun, pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun terhadap Marwan. Putusan MA itu sekaligus memperkuat posisi hukum yang menyatakan bahwa Marwan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Meski demikian, Marwan tampak masih aktif menyuarakan kritik terhadap penegakan hukum di Babel, terutama terhadap apa yang disebutnya sebagai ketimpangan perlakuan aparat hukum terhadap pelaku-pelaku korupsi lainnya.

Publik Desak Transparansi Penanganan Kasus

Sentilan Marwan kembali membuka perbincangan publik mengenai transparansi dan keadilan dalam proses hukum di Bangka Belitung, terutama dalam kasus-kasus korupsi yang menyeret pejabat atau mantan pejabat daerah.

Beberapa pengamat hukum lokal menilai bahwa kritik tersebut, meski datang dari seorang terpidana, tetap relevan sebagai bentuk kontrol sosial terhadap penegakan hukum.

“Apapun latar belakangnya, kritik semacam ini patut ditanggapi dengan profesional. Masyarakat berhak tahu sejauh mana komitmen aparat dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu,” ujar salah satu akademisi hukum di Pangkalpinang yang enggan disebutkan namanya.

Kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi DPRD Babel yang menjerat Dedy Yulianto kini kembali menjadi sorotan publik. Publik menunggu langkah konkret dari Kejaksaan Tinggi Babel dalam menuntaskan perkara ini, sebagai bukti bahwa hukum benar-benar berlaku sama bagi semua orang. (Sumber : Babel Update, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *