KBOBABEL.COM (BANGKA TENGAH) – Aktivitas tambang timah ilegal di kawasan Kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, kini menjadi perhatian serius masyarakat. Kegiatan tersebut bukan hanya menimbulkan kerusakan lingkungan yang masif, tetapi juga mengancam infrastruktur vital berupa Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) serta berpotensi menghilangkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kamis (30/10/2025)
Padahal, wilayah itu berada dalam kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, yang seharusnya dikelola dengan sistematis dan berkelanjutan sesuai regulasi. Namun kenyataannya, tambang liar dengan menggunakan ponton isap produksi (PIP) justru menjamur tanpa pengawasan berarti.
Menurut informasi yang dihimpun, aktivitas ilegal tersebut diduga dikoordinir oleh sejumlah oknum warga Desa Penyak, Kecamatan Koba, yang dikenal dengan inisial Suban, Ribut, Dagol, dan Jon. Mereka disebut-sebut mengendalikan sejumlah ponton di sekitar jalur SUTET yang membentang di atas kawasan perairan Kolong Merbuk.
Kehadiran tambang ilegal di bawah jaringan listrik tegangan tinggi itu menimbulkan ancaman besar terhadap keselamatan warga. Getaran mesin ponton dan pergeseran tanah di sekitar tiang SUTET dikhawatirkan dapat menyebabkan gangguan struktural pada pondasi, yang berisiko fatal bagi jaringan distribusi listrik di Bangka Tengah dan sekitarnya.
Seorang warga setempat mengungkapkan rasa frustrasinya atas kondisi tersebut.
“Kami sudah tidak tahu lagi harus mengadu ke mana. Kami merasa seperti orang asing di tanah sendiri. Tidak ada satupun yang memperhatikan kami, baik dari pemilik IUP, Pemerintah Daerah, maupun pihak berwenang lainnya,” ujarnya dengan nada kecewa.
Warga juga mengeluhkan dampak langsung dari aktivitas tambang liar itu. Setiap hari mereka harus menanggung kebisingan mesin tambang yang memekakkan telinga, udara yang penuh debu, serta air kolong yang semakin keruh dan berbau logam. Kondisi ini tidak hanya mengganggu kesehatan, tetapi juga merusak sumber air bersih yang selama ini dimanfaatkan masyarakat sekitar.
Ironisnya, kegiatan tambang ilegal itu sama sekali tidak memberikan manfaat ekonomi bagi daerah. Potensi PAD yang seharusnya diperoleh dari aktivitas pertambangan resmi justru lenyap karena praktik ilegal yang dilakukan oleh segelintir orang. “Yang untung hanya para pemain tambang liar, sementara kami warga hanya dapat penderitaan,” keluh warga lainnya.
Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah dan PT Timah Tbk diminta untuk turun tangan secara serius menertibkan aktivitas tambang ilegal tersebut. Sebab, jika dibiarkan berlarut-larut, kerusakan lingkungan di wilayah Merbuk, Kenari, dan Pungguk akan semakin parah dan sulit diperbaiki.
Aktivis lingkungan lokal juga menyoroti lemahnya pengawasan di lapangan. Mereka menilai, keberadaan tambang ilegal di area SUTET menunjukkan adanya pembiaran dan kelalaian dari pihak berwenang.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi sudah menyangkut keselamatan publik. Kalau sampai tiang SUTET ambruk, dampaknya bisa meluas,” ujar salah satu pegiat lingkungan yang enggan disebutkan namanya.
Selain membahayakan infrastruktur dan lingkungan, aktivitas ilegal ini juga menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Beberapa warga yang menolak keberadaan tambang kerap mendapat tekanan dan intimidasi dari pihak-pihak yang diuntungkan. Situasi ini membuat sebagian besar warga memilih diam karena khawatir terhadap keselamatan diri dan keluarga.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak PT Timah Tbk belum memberikan pernyataan resmi terkait keberadaan tambang liar di sekitar wilayah IUP mereka. Namun, sejumlah sumber menyebut bahwa perusahaan telah menerima laporan dan sedang berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk melakukan penertiban.
Pemerhati kebijakan publik di Bangka Belitung menegaskan, persoalan tambang ilegal seperti ini seharusnya tidak hanya ditangani dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi tata kelola sumber daya alam. “Negara harus hadir untuk melindungi rakyat dan lingkungan. Tidak bisa dibiarkan kelompok tertentu mengeruk keuntungan dari aset publik tanpa izin,” tegasnya.
Kolong Merbuk yang dulu menjadi ikon kedamaian dan kesejahteraan kini telah berubah menjadi simbol ketamakan dan ketidakadilan. Suara burung yang dulu menenangkan kini tergantikan deru mesin ponton, sementara air jernihnya berubah menjadi keruh pekat.
Kisah Merbuk adalah peringatan bagi semua pihak bahwa eksploitasi tanpa batas akan selalu membawa kehancuran. Jika tak segera dihentikan, bukan hanya alam yang hancur, tetapi juga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.
Masyarakat berharap, penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal di wilayah tersebut dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu, demi menyelamatkan lingkungan dan memastikan hak-hak warga tetap terlindungi.
“Kami hanya ingin hidup tenang, udara bersih, dan lingkungan kami kembali seperti dulu,” tutup warga Merbuk dengan nada harap. (Sumber : Babel Update, Editor : KBO Babel)

















