KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) kini menghadapi krisis keuangan serius akibat kebijakan pemerintah pusat yang memangkas alokasi dana transfer daerah. Dampaknya, gaji 1.655 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Pemprov Babel terancam tidak bisa dibayarkan pada tahun anggaran 2026. Senin (13/10/2025)
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Provinsi Bangka Belitung, Haris, mengungkapkan bahwa pemangkasan dana transfer tersebut mencapai Rp244,76 miliar dibandingkan dengan alokasi tahun 2025. Kebijakan ini tertuang dalam surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Nomor: S-62/PK/2025 tanggal 23 September 2025 tentang penyampaian rancangan alokasi transfer ke daerah tahun anggaran 2026.
“Pemprov Babel sedang mengajukan permohonan peninjauan kepada Kementerian Keuangan terkait kebijakan efisiensi dana transfer. Permohonan itu sudah disampaikan langsung oleh Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani saat bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama 18 gubernur lainnya,” ujar Haris, Senin (13/10/2025).
Menurut Haris, kebijakan tersebut berimbas langsung terhadap kemampuan keuangan daerah.
“Pemprov Babel masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat seperti DBH, DAU, dan DAK untuk membiayai belanja wajib, pembangunan, dan pelayanan publik,” jelasnya.
Dengan adanya penurunan dana transfer itu, Pemprov Babel menghadapi kesulitan besar dalam memenuhi kewajiban membayar gaji PPPK.
“Gaji PPPK sebanyak 1.655 orang dengan total penggajian satu tahun sebesar Rp85,01 miliar kini terancam tidak bisa dibayarkan,” kata Haris.
Ia menambahkan, selain PPPK penuh waktu, PPPK paruh waktu yang penggajiannya direncanakan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp116,06 miliar juga berpotensi terganggu.
“Padahal PAD kita sudah terkoreksi karena adanya opsen pajak ke kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ungkapnya.
Kondisi ini juga berimplikasi besar terhadap pembangunan infrastruktur di Babel. Haris menyebutkan bahwa porsi anggaran untuk infrastruktur tahun 2026 turun drastis.
“Belanja infrastruktur hanya teranggarkan 8,48 persen, seharusnya minimal 40 persen. Hal ini karena total APBD menurun akibat pemotongan dana transfer pusat,” bebernya.
Selain itu, Haris juga mengakui bahwa pemangkasan ini akan menyulitkan Pemprov Babel dalam mengakomodir visi dan misi Gubernur Hidayat Arsani serta Wakil Gubernur Hellyana.
“Dengan ruang fiskal yang semakin sempit, banyak program strategis daerah yang berpotensi tidak dapat direalisasikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Haris menjelaskan bahwa penurunan paling signifikan terjadi pada Dana Transfer Umum (DTU) yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
“Total DTU Bangka Belitung tahun 2026 sebesar Rp931,7 miliar, turun dari Rp1,169 triliun pada tahun 2025,” terangnya.
Adapun rincian penurunan tersebut, lanjut Haris, yakni Dana Bagi Hasil (DBH) turun dari Rp125,5 miliar menjadi Rp92,8 miliar, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) menurun dari Rp1,043 triliun menjadi Rp838,9 miliar.
“Penurunan ini membuat struktur APBD kita semakin berat, apalagi beban belanja pegawai dan operasional terus meningkat,” tuturnya.
Haris berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali keputusan pengurangan dana transfer tersebut, mengingat ketergantungan fiskal daerah masih sangat tinggi.
“Kita minta ada kebijakan afirmatif bagi daerah kecil seperti Bangka Belitung yang belum memiliki basis pendapatan asli daerah kuat,” tegasnya.
Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hanya gaji PPPK yang terdampak, tetapi juga keberlangsungan layanan publik dan pembangunan daerah akan terganggu.
“Pemprov Babel tidak memiliki ruang fiskal alternatif untuk menutupi kekurangan ini dalam waktu dekat,” pungkas Haris.
Dengan situasi fiskal yang semakin menekan, Pemprov Babel kini menanti keputusan dari Kementerian Keuangan terkait hasil permohonan peninjauan tersebut. Jika tidak ada revisi kebijakan, maka ancaman defisit anggaran dan keterlambatan pembayaran gaji ASN maupun PPPK menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi pada tahun 2026. (Sumber: Laspela, Editor: KBO Babel)



















