KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Suasana di depan gedung DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Senin (8/9/2025) mendadak riuh. Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Terzolimi (ALMASTER) datang dengan membawa poster, spanduk, dan suara lantang. Mereka menuntut keadilan, transparansi, dan keberpihakan nyata wakil rakyat terhadap masyarakat kecil yang kian terpinggirkan. Senin (8/9/2025)
Aksi damai ini dikoordinir oleh sejumlah aktivis senior Bangka Belitung, di antaranya Ali PDS, M. Natsir, M. Zen, dan Palgunadi (Tok Gun). Nama-nama tersebut bukan orang baru dalam dunia pergerakan di Babel. Kehadiran mereka menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa spontan, melainkan hasil konsolidasi panjang atas kekecewaan rakyat yang merasa semakin jauh dari perhatian pejabat daerah maupun pusat.

Suara Rakyat yang Terabaikan
Dalam orasinya, massa ALMASTER menilai DPRD Babel kian kehilangan arah. Lembaga legislatif yang seharusnya menjadi corong rakyat justru lebih sibuk dengan kepentingan politik dan perjalanan dinas.
“Kami datang bukan untuk mencari sensasi. Kami datang karena rakyat sudah lelah ditinggalkan. Hak-hak masyarakat kecil diabaikan, sementara pejabat terus memperkaya diri,” tegas Ali PDS di tengah kerumunan.
ALMASTER menegaskan tujuh poin tuntutan utama. Pertama, mereka mendesak DPRD Babel serius memperjuangkan hak masyarakat kecil.
Kedua, menuntut transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan anggaran. Ketiga, menolak segala bentuk diskriminasi dan penyalahgunaan wewenang.
Tak berhenti di situ, mereka juga menekan aparat penegak hukum untuk menindak tegas setiap pelanggar hukum tanpa pandang bulu. Poin berikutnya, mereka meminta DPRD Babel lebih peka terhadap persoalan ekonomi rakyat yang terdampak aktivitas pertambangan, tetapi tak memberi manfaat signifikan bagi warga lokal.
Tuntutan lain yang cukup keras adalah desakan agar DPRD memangkas setidaknya 50 persen anggaran perjalanan dinas luar daerah maupun luar negeri.
Menurut ALMASTER, anggaran tersebut lebih baik dialihkan ke program nyata untuk kepentingan masyarakat.
“Daripada menghabiskan miliaran rupiah untuk jalan-jalan ke luar negeri, lebih baik anggaran itu digunakan memperbaiki jalan rusak, membantu nelayan, atau mendukung UMKM lokal. Rakyat butuh aksi nyata, bukan sekadar janji,” seru M. Zen yang disambut sorak setuju massa.
Mereka juga mendorong anggota DPRD lebih sering turun langsung ke lapangan agar memahami persoalan riil rakyat, bukan hanya menerima laporan di atas kertas.
Sorotan ke Rudianto Tjen
Di luar kritik terhadap DPRD, aksi ini semakin tajam saat massa menyeret nama Rudianto Tjen, anggota DPR RI asal Bangka Belitung.
Menurut mereka, politisi kawakan itu diduga terlibat dalam praktik korupsi, manipulasi LHKPN, hingga keterkaitan dengan mafia sawit dan tambang.
ALMASTER menyoroti perbedaan mencolok antara LHKPN resmi Rudianto Tjen yang tercatat sekitar Rp141 miliar, dengan dugaan aset riil yang menurut investigasi masyarakat sipil mencapai Rp3 triliun.
Aset tersebut diduga mencakup sekitar 20.000 hektar perkebunan sawit di Babel, dua pabrik kelapa sawit, dua kapal isap produksi timah bernama Bintang Samudera, vila dan lahan luas di Kampung Jeruk, Bangka Tengah, serta sebuah hotel mewah di Belitung.
“Jika benar, ini bukan sekadar kekayaan biasa, tetapi penyamaran aset untuk menghindari pelaporan resmi. Itu jelas bentuk laporan palsu, melanggar hukum, dan merugikan rakyat. Tangkap Rudianto Tjen sekarang juga!” teriak Palgunadi alias Tok Gun.
Desakan Hukum Tegas
Melalui pernyataan sikapnya, ALMASTER mendesak Kejati Babel segera menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan manipulasi LHKPN tersebut.
Mereka juga meminta KPK dan Kejaksaan Agung bersinergi membongkar praktik mafia sawit dan tambang timah yang disebut melibatkan oknum elit politik, BUMN, hingga swasta raksasa.
Mereka menolak segala bentuk tebang pilih dalam penegakan hukum. Menurut ALMASTER, hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Selain itu, massa juga menagih komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berjanji tidak akan memberi kompromi terhadap koruptor.
Mereka meminta janji tersebut dibuktikan dengan tindakan nyata, khususnya dalam menangani kasus yang menyeret nama besar di Babel.
Seruan dan Ikrar Rakyat
Aksi yang berlangsung kondusif ini ditutup dengan pembacaan ikrar rakyat. ALMASTER menyatakan menolak penindasan, menjunjung tinggi keadilan, menolak kebohongan pejabat negara, serta menyerukan agar DPRD Babel berdiri di garis depan membela kepentingan rakyat.
“Kami tidak akan berhenti sampai hukum ditegakkan dengan adil. Suara rakyat tidak boleh dibungkam. Jika aparat hukum menutup mata, maka sejarah akan mencatat bahwa DPRD dan pemerintah telah gagal menjaga amanah rakyat,” ujar M. Natsir menutup orasi.
Massa lalu membubarkan diri dengan tertib, namun pesan yang mereka tinggalkan cukup keras: tuntutan keadilan, transparansi, dan keberanian aparat hukum untuk menindak siapa pun yang diduga melanggar hukum, tanpa pandang bulu.
Dengan aksi ini, publik kembali diingatkan bahwa keresahan masyarakat Babel terhadap praktik ketidakadilan, korupsi, dan mafia sumber daya alam masih sangat kuat.
Pertanyaannya, akankah DPRD, Kejati, maupun KPK menindaklanjuti tuntutan rakyat, ataukah suara ALMASTER akan kembali hilang ditelan kesunyian birokrasi?. (Sandy Batman/KBO Babel)