KBOBABEL.COM (BANGKA BELITUNG) — Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis bebas terhadap mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, H. Marwan Al-Gafari, dan menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, menimbulkan gelombang reaksi keras. Tak terima dengan keputusan itu, Marwan meluapkan kekecewaannya secara terbuka melalui unggahan video di akun TikTok pribadinya pada Minggu (26/10/2025). Dalam video berdurasi dua menit tersebut, ia menyampaikan pesan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Senin (27/10/2025)
“Yang saya hormati Presiden RI Prabowo Subianto. Saya, Haji Marwan Al-Gafari, berbicara bukan atas nama pribadi, tetapi atas nama rakyat Bangka dan bangsa Indonesia yang merasakan betapa penegakan hukum hari ini sudah sangat parah dan bobrok,” ucap Marwan dalam video itu dengan nada tegas.
Pernyataan tersebut sontak menarik perhatian publik. Dalam unggahannya, Marwan menuding sistem hukum di Indonesia telah kehilangan arah dan sarat dengan kepentingan kekuasaan. Ia menyebut bahwa putusan MA yang dijatuhkan tanpa sidang terbuka menjadi bukti nyata rusaknya tatanan keadilan di negeri ini.
Putusan MA Membatalkan Vonis Bebas
Kasus yang menjerat Marwan bermula dari dugaan korupsi pemanfaatan kawasan hutan produksi di Desa Kotawaringin, Kabupaten Bangka, dengan total luas sekitar 1.500 hektare. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp21,2 miliar. Dalam proses hukum di tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pangkalpinang pada awal 2024 lalu menyatakan Marwan dan tiga terdakwa lainnya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sehingga mereka divonis bebas.
Namun, Mahkamah Agung justru membatalkan vonis tersebut melalui putusan Nomor 9117 K/PID.SUS/2025 yang dipimpin oleh Hakim Agung Prim Haryadi dengan anggota Anshori dan Yanto. Dalam amar putusannya, MA menyatakan Marwan bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun serta denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain Marwan, tiga orang lainnya yang sebelumnya ikut divonis bebas juga kembali dijatuhi hukuman. Mereka adalah Dicky Markam (Kabid Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan DLHK Babel), Bambang Wijaya (Kasi Pengelolaan Hutan DLHK Babel), dan Ari Setioko (pengusaha PT Narina Keisha Imani/NKI). Sementara satu terdakwa lain, Ricky Nawawi, masih menunggu keputusan resmi dari Mahkamah Agung.
“Vonis Tanpa Sidang, Tanpa Saksi”
Dalam curhatnya, Marwan mempertanyakan dasar keputusan MA yang menurutnya dijatuhkan tanpa proses persidangan terbuka dan tanpa menghadirkan saksi. Ia menyebut keputusan tersebut hanya didasarkan pada berkas yang dikirim dari Jakarta.
“Kami sudah divonis bebas di Pulau Bangka. Tapi di Mahkamah Agung, tanpa sidang, tanpa saksi, hanya lewat berkas dari Jakarta, kami langsung dinyatakan bersalah,” ujar Marwan dengan nada kecewa.
Ia kemudian melanjutkan, “Apakah ini keadilan, Bapak Presiden? Atau ini sekadar permainan kekuasaan?”
Ungkapan tersebut memicu banyak komentar warganet yang menyayangkan praktik hukum yang dinilai tertutup dan tidak transparan. Sebagian masyarakat di Bangka Belitung juga menganggap bahwa persoalan ini menjadi tamparan keras bagi sistem hukum nasional yang seharusnya menjunjung tinggi asas keterbukaan dan keadilan.
Sindiran Tajam untuk Aparat dan Elite Kekuasaan
Dalam pernyataannya, Marwan tidak hanya menyoroti keputusan MA, tetapi juga menyindir aparat penegak hukum yang menurutnya “bermain di atas berkas.” Ia menilai praktik seperti ini mencerminkan bobroknya sistem hukum di Indonesia.
“Penanganan hukum seperti ini tidak berwibawa, seperti main-main. Kami tahu ini bukan hanya persoalan kami di Babel, tapi cerminan rusaknya hukum di negeri ini,” tegasnya.
Menurut Marwan, keputusan MA tersebut bukan hanya merugikan dirinya dan rekan-rekannya, tetapi juga mencoreng integritas lembaga peradilan di mata publik. Ia pun meminta Presiden Prabowo untuk memperhatikan kondisi penegakan hukum di Indonesia agar tidak semakin kehilangan kepercayaan masyarakat.
Reaksi Publik dan Dampak Sosial
Unggahan video Marwan dengan cepat viral di berbagai platform media sosial. Banyak warganet yang memberikan dukungan moral kepada mantan pejabat tersebut, menilai bahwa curahan hatinya adalah bentuk keputusasaan terhadap sistem hukum yang dianggap tidak adil.
Namun, tidak sedikit juga yang menilai pernyataan Marwan sebagai langkah nekat yang berpotensi memperburuk posisinya di mata hukum.
“Apapun alasan dan emosinya, seharusnya tetap menghormati proses hukum yang berlaku,” tulis salah satu komentar di platform X (Twitter).
Sejumlah pengamat hukum di Bangka Belitung juga menilai bahwa kasus ini berpotensi menimbulkan polemik panjang, terutama jika ada dugaan kesalahan prosedur dalam proses kasasi di Mahkamah Agung.
Kasus yang Kembali Panas di Babel
Kasus korupsi hutan Kotawaringin ini sebelumnya sempat menjadi sorotan publik Bangka Belitung lantaran menyangkut persoalan tata kelola kawasan hutan produksi dan izin usaha yang diduga disalahgunakan. Setelah vonis bebas di tingkat Tipikor Pangkalpinang, masyarakat Babel sempat menganggap kasus tersebut telah selesai. Namun kini, dengan adanya putusan baru dari MA, situasi kembali memanas.
Dengan mencuatnya video pernyataan Marwan, perhatian publik kembali tertuju pada kredibilitas Mahkamah Agung serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.
Meski demikian, hingga saat ini pihak Mahkamah Agung belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik Marwan tersebut. Media ini juga masih berupaya mengonfirmasi pihak Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung dan kuasa hukum Marwan untuk memberikan klarifikasi.
Kasus ini diperkirakan akan terus bergulir dan menjadi salah satu isu hukum paling disorot di Bangka Belitung pada akhir 2025. (Sumber : Radar Bahtera, Editor : KBO Babel)













