KBOBABEL.COM (Jakarta) – Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), salah satu terdakwa dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022, meninggal dunia. Suparta tutup usia pada Senin, 28 April 2025, sekitar pukul 18.05 WIB di RSUD Cibinong, Bogor. Selasa (29/4/2025)
Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
“Belum ada informasi mengenai penyebab meninggalnya. Mungkin sakit,” kata Harli pada Senin (28/4) malam.
Suparta menghembuskan napas terakhirnya saat menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor.
Suparta adalah terdakwa kasus besar yang menyedot perhatian publik. Ia didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada periode 2015–2022. Dalam dakwaan, Suparta terbukti menerima aliran dana korupsi sebesar Rp4,57 triliun. Selain itu, ia juga dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima tersebut.
Pada tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Suparta. Ia juga dikenakan denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan. Tidak hanya itu, hakim memerintahkan Suparta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, hukuman tambahan berupa pidana penjara selama 6 tahun akan diterapkan.
Namun, pada Februari 2025, setelah menerima permohonan banding dari jaksa penuntut umum dan terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Suparta menjadi 19 tahun penjara. Vonis tersebut merupakan penegasan dari keberadaan bukti yang kuat dalam kasus ini. Hukuman denda tetap tidak berubah, yakni sebesar Rp1 miliar dengan subsider pidana kurungan selama 6 bulan jika tidak dibayar.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga mempertahankan nilai uang pengganti yang harus dibayarkan Suparta sebesar Rp4,57 triliun. Akan tetapi, hukuman tambahan untuk penggantian uang tersebut diperberat menjadi 10 tahun penjara jika Suparta tidak mampu membayarnya.
Setelah putusan banding, Suparta mencoba peruntungan hukum terakhirnya dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, proses hukum tersebut belum tuntas hingga Suparta meninggal dunia.
Kematian Suparta menimbulkan pertanyaan terkait penyebab pasti meninggalnya. Hingga saat ini, pihak Kejaksaan Agung belum memberikan penjelasan resmi terkait kondisi kesehatan Suparta sebelum wafat.
Kasus korupsi ini sendiri merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia, terutama di sektor tambang timah. Dengan nilai kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah, kasus ini mengundang perhatian besar dari masyarakat dan menjadi sorotan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Kepergian Suparta meninggalkan banyak tanda tanya, terutama terkait dengan kelanjutan proses hukum yang sedang berlangsung. Pihak-pihak terkait, termasuk Mahkamah Agung dan Kejaksaan, diharapkan dapat memberikan kejelasan terkait perkembangan kasus ini.
Sebagai salah satu tersangka utama dalam kasus besar ini, kematian Suparta tidak hanya menyisakan duka, tetapi juga tantangan dalam memastikan bahwa keadilan tetap ditegakkan. Sementara itu, masyarakat menanti langkah-langkah hukum selanjutnya yang akan diambil oleh pihak berwenang. (Sumber: Babelpos.id, Editor: KBO Babel)