Tambang Timah Ilegal Jade Bahrin Kisruh, Nama Oknum Aparat dan Wartawan Diseret

Ratusan Ponton Timah Ilegal Beroperasi di DAS Jade Bahrin, Diduga Libatkan Oknum dan Kolektor Besar

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (BANGKA) – Ratusan unit tambang timah ilegal kembali beroperasi di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jade Bahrin, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka. Aktivitas ini berlangsung pada Senin (22/9/2025) pagi, meski jelas-jelas bertentangan dengan hukum dan berpotensi merusak lingkungan. Selasa (23/9/2025)

Pantauan media di lapangan memperlihatkan deretan ponton apung berjejer di sepanjang aliran sungai. Suara mesin penyedot pasir timah meraung-raung, menandakan aktivitas tambang berjalan tanpa rasa takut meskipun statusnya ilegal. Keberadaan tambang tersebut juga mengganggu aktivitas nelayan dan warga yang selama ini memanfaatkan sungai untuk mencari ikan, kepiting, serta udang.

banner 336x280

Kisruh di Lapangan

Informasi mengenai aktivitas tambang ilegal ini sebelumnya disampaikan oleh seorang pria bernama Candra. Melalui sambungan telepon kepada media sekitar pukul 07.00 WIB, Candra meminta agar pemberitaan soal tambang tersebut “dihandle” terlebih dahulu karena kondisi di lapangan tengah memanas.

“Saya ini kan ada ponton kerja di situ, ada yah As telepon, soalnya tadi dia marah-marah. Tolonglah handle dulu berita itu, nanti saya negosiasi dengan masyarakat,” kata Candra.

Candra, yang juga dikenal berprofesi dan mengaku sebagai wartawan, bahkan meminta agar rekaman pemberitaan mengenai tambang ilegal itu dihapus dari grup-grup media. Ia berdalih, kondisi sedang kisruh karena masyarakat marah dan nama seorang oknum aparat ikut dibawa-bawa.

“Jadi ku minta tolong, tolong di-cancel dulu. Kalau sudah kerja bisa lah saya atur. Sekarang paling banyak 50 unit, mungkin tidak sampai. Kemarin kami stop karena ada razia, tolong yah berita itu dihapus dulu,” ujar Candra.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa penambang yang beroperasi di lokasi bisa ditemui melalui seseorang bernama Sadiman yang berada di pos penjagaan tambang.

Dugaan Keterlibatan Oknum

Dalam percakapan itu, Candra juga menyebut nama seorang oknum anggota TNI berinisial As. Namun saat dikonfirmasi, As membantah keras tuduhan tersebut.

“Saya tidak pernah ada di situ, keterlibatan saya itu tidak benar. Mereka itu bawa-bawa nama saya saja. Sudah aku tegaskan ke masyarakat, jangan bawa nama ku, aku dak mau ikut campur,” kata As.

As menegaskan, dirinya tidak memiliki kepentingan apa pun di tambang tersebut. Menurutnya, masyarakat yang bersikeras ingin tetap menambang di lokasi itulah yang menyebabkan situasi memanas.

Setau ku masyarakat yang nek berkeras mau begawe di situ bang. Ya, pada intinya kita dak pacak ngelarang. Hanya ku madah kalau ikak nak begawe silahkan, ku dak de urusan ku dan tidak mau terlibat,” tambahnya.

Koordinator Lapangan dan Kolektor Timah

Dari keterangan warga setempat, aktivitas tambang ilegal di DAS Jade Bahrin diduga terkoordinasi dengan rapi. AK (42), warga Jade Bahrin, menyebut ada beberapa pihak yang ikut bermain, mulai dari oknum aparat hingga sosok yang mengaku wartawan.

“Ada wartawan juga di sini dapat jatah Rp 2 ribu per kilogram, namanya Candra. Sementara dari oknum TNI-nya namanya As,” kata AK.

Lebih jauh, AK mengungkapkan bahwa seluruh kegiatan di lapangan dikendalikan oleh seorang kolektor timah berinisial Kamal. Kamal disebut-sebut merupakan kaki tangan dari seorang bos alat berat terbesar di Kabupaten Bangka berinisial Hfu.

“Ini semua Hfu yang atur, tapi tidak tahu benar atau tidaknya. Semua itu Kamal yang tahu. Karena di lapangan yang beli timahnya Kamal dengan harga Rp135 ribu ke penambang,” jelasnya.

Informasi serupa juga disampaikan oleh AM, warga lainnya. Ia menyebutkan ada beberapa nama lain yang ikut menampung timah hasil tambang ilegal tersebut.

“Yang nampung timah itu ada Milui sama Rungul. Nanti juga ada grup baru, Buyung, warga Kabupaten Bangka. Harga yang dibeli sekitar Rp135 ribu per kilogram. Jadi penambang langsung setor ke mereka,” ungkap AM.

Ancaman Kerusakan Lingkungan

Selain persoalan hukum, aktivitas tambang apung ini juga menimbulkan kekhawatiran besar terhadap lingkungan. Sungai Jade Bahrin dikenal sebagai habitat buaya ganas. Dengan adanya aktivitas tambang, ekosistem perairan semakin terganggu, bahkan meningkatkan risiko konflik antara manusia dan satwa liar.

Sedimentasi akibat pengerukan pasir timah dikhawatirkan mencemari air sungai. Padahal, sungai tersebut sehari-hari dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti menangkap ikan dan udang.

“Kalau dibiarkan terus, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga bisa timbul konflik sosial. Bahkan bisa terjadi konflik antara buaya dengan manusia,” kata seorang warga.

Dugaan Adanya Jaringan Terstruktur

Keberadaan ratusan ponton di sungai ini sebenarnya sangat mencolok. Namun hingga kini, aktivitas tambang ilegal tetap berjalan seakan tanpa hambatan. Dugaan pun muncul bahwa ada jaringan terstruktur yang membekingi kegiatan tersebut.

Mulai dari penambang di lapangan, pengepul atau kolektor, hingga oknum yang mengaku wartawan serta disebut-sebutnya nama aparat keamanan.

Masyarakat Jade Bahrin berharap pemerintah daerah, aparat kepolisian, hingga TNI bisa bersikap tegas. Selain menertibkan tambang ilegal, warga juga meminta agar jaringan kolektor dan pihak-pihak yang diduga membekingi kegiatan ini diusut tuntas.

“Kalau hanya penambang kecil yang ditindak, sementara kolektor besar dibiarkan, masalah ini tidak akan selesai. Harus dari hulu ke hilir ditertibkan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.

Aktivitas tambang ilegal di DAS Jade Bahrin kini menjadi sorotan karena menyangkut banyak aspek: hukum, lingkungan, sosial, hingga integritas aparat. Tanpa penanganan serius, bukan hanya ekosistem sungai yang rusak, tetapi juga wibawa negara dalam menegakkan hukum akan dipertaruhkan. (Sumber: jejakkasusmisterius.com, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *