KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Kasus sengketa lahan di kawasan Pantai Takari, Desa Rebo, Kabupaten Bangka, kembali mencuat setelah Rahmat Widodo, ahli waris dari almarhum Sri Dwi Joko, melaporkan dugaan praktik mafia tanah ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung. Senin (23/6/2025).
Bersama kuasa hukumnya, Armansyah, S.H., laporan pengaduan resmi telah diajukan pada Januari 2025 dan saat ini mendapat atensi dari pihak Kejati serta tengah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka.
Rahmat Widodo menyebut bahwa keluarganya telah menjadi korban ketidakadilan selama bertahun-tahun.
Sengketa lahan yang bermula sejak 2020 itu tak kunjung menemui titik terang, bahkan hingga ayahnya, Sri Dwi Joko, meninggal dunia tanpa sempat menyaksikan penyelesaian konflik ini.
Dugaan kuat mengarah pada praktik mafia tanah yang berusaha merebut lahan keluarga dengan berbagai cara, termasuk pemalsuan dokumen.
“Kami hanya ingin hak kami kembali. Damai, dan jika memang lahan sudah terpakai, maka ganti rugi adalah jalan yang adil. Tapi sampai hari ini, tidak ada penyelesaian. Seolah-olah kami rakyat kecil tidak boleh melawan orang yang punya kuasa dan uang,” ungkap Rahmat dengan nada tegas.
Armansyah, kuasa hukum keluarga sejak tahun 2020, menjelaskan sejumlah indikasi pelanggaran hukum dalam perkara ini.
Di antaranya, ditemukan dokumen surat tanah yang diduga palsu. Surat tersebut tidak terdaftar dalam arsip pemerintahan desa Rebo, kelurahan maupun kecamatan Sungailiat.
Bahkan, tanda tangan atas nama almarhum Mardin, ahli waris lainnya, diduga telah dipalsukan oleh seseorang berinisial Yuli.
“Lebih parahnya lagi, ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum mantan camat yang menerbitkan surat pelepasan hak atas tanah secara sepihak, tanpa arsip resmi di kecamatan. Ini indikasi kuat adanya keterlibatan jaringan mafia tanah yang menyalahgunakan posisi dan koneksi,” jelas Armansyah.
Upaya hukum juga telah dilakukan dengan pelaporan ke Polda Bangka Belitung sejak tahun 2020. Namun, hingga 2025 ini, belum ada kejelasan proses hukumnya.
Pihak keluarga mendesak Kapolda Babel, Irjen Pol. Hendro Pandowo, untuk bersikap tegas dan profesional dengan segera memerintahkan penyidik menindaklanjuti laporan dugaan pemalsuan tanda tangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
“Kami minta keadilan ditegakkan. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Jika benar ada pemalsuan, proses hukum harus berjalan. Siapa pun pelakunya,” tegas Armansyah.
Di tengah ketidakpastian hukum ini, Rahmat Widodo mengaku tetap menaruh harapan besar pada profesionalitas institusi penegak hukum di Bangka Belitung.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Kejati dan Kejari Bangka yang mulai merespons laporan keluarga mereka.
“Semoga ini menjadi awal yang baik. Kami hanya ingin kebenaran dan keadilan. Mafia tanah tidak boleh terus merajalela dan merampas hak rakyat kecil,” pungkas Rahmat. (Farraz Prakasa/KBO Babel)